PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN KONDISI POST ORIF PEMASANGAN KIRSCHNER WIRE AKIBAT FRAKTUR CLAVICULA 1/3 TENGAH BILATERAL
a.
Pemeriksaan
Sebelum dilakukan terapi latihan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
fisioterapi. Adapun pemeriksaan ini meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis atau tanya jawab ini dilakukan secara auto anamnesis atau
bertanya langsung pada pasiennya. Dari anamnesis ini didapatkan data sebagai
berikut :
a.
Anamnesis umum
Anamnesis ini untuk mengetahui tentang identitas pasien, dan didapat
hasil bahwa: (1) nama: Sujarwo, (2) umur: 43 tahun, (3) jenis kelamin:
laki-laki, agama: Islam, (5) pekerjaan: pensiunan karyawan, (6) alamat:
Senggrong 2 / 5 Bringin Semarang.
b.
Anamnesis khusus
Hal-hal yang ditanyakan dalam anamnesis khusus ini antara lain:
1)
Keluhan utama
Nyeri pada bekas luka incisi ( daerah depan clavicula ).
2)
Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 5 Juli pasien
mengalami kecelakaan sepeda motor dengan posisi jatuh yang tidak diketahui,
tetapi pasien dalam kondisi sadar. Kemudian langsung dibawa ke RSUD Salatiga
dan dilakukan foto rongent. Setelah itu pasien dirujuk ke RSOP Prof. Dr.
Soeharso Surakarta dan dilakukan operasi 4 jam setelah pasien datang dengan
menggunakan kirshcner wire pada fraktur clavicula dextra dan
sinistra. Saat ini pasien masih
mengeluh nyeri pada luka bekas incisi dan meningkat pada saat dan setelah
diberikan medikasi dan bertambah pada malam hari. Keluhan nyeri ini mereda pada
pagi dan siang hari.
3)
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat trauma jatuh.
4)
Riwayat penyakit penyerta
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan jantung disanggah pasien.
5)
Riwayat pribadi
Pasien merupakan pensiunan karyawan pabrik yang sekarang bekerja mengolah
sawah.
6)
Riwayat keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit yang bersifat herediter. Dan penyakit
ini tidak ada hubungannya dengan heredofamiliar.
c.
Anamnesis sistem
Tidak ada keluhan pada sistem kardiovaskuler, respirasi,
gastrointestinalis, urogenitalis, dan
nervorum. Pada sistem kepala dan leher pasien merasa kaku / kenceng pada leher dan sedikit pusing saat perubahan posisi dari berbaring ke duduk. Pada sistem muskuloskeletal ditemukan adanya nyeri bahu saat digunakan untuk bergerak ( menekuk ).
nervorum. Pada sistem kepala dan leher pasien merasa kaku / kenceng pada leher dan sedikit pusing saat perubahan posisi dari berbaring ke duduk. Pada sistem muskuloskeletal ditemukan adanya nyeri bahu saat digunakan untuk bergerak ( menekuk ).
d.
Pemeriksaan fisik
Hal-hal yang diperiksa melputi:
1)
Tanda-tanda vital.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ini yang penting untuk diketahui
adalah tekanan darah, denyut nadi dan jumlah pernapasan dalam satu menit. Prosedur pelaksanaan pemeriksaan tekanan
darah sebagai berikut : (1) Posisi pasien tidur terlentang di bed, (2) Terapis
memasang manset pada lengan atas sebelah kanan, kira-kira 2 jari sebelah
proksimal fossa cubiti, (3) Terapis mempalpasi arteria brachialis kemudian
memasang stetoskop diatasnya, (4) kemudian
terapis memompa manset perlahan-lahan hingga jarum menunjuk angka 200 mmHg,
lalu diturunkan dengan membuka klep udaranya perlahan-lahan sambil mendengarkan
bunyi detak arteri pada fase pertama hingga terakhir, (5) Catat angka yang
ditunjuk jarum saat terdengar detak pertama sebagai bunyi sistol dan detak
terakhir sebagai bunyi diastol.
Sedangkan untuk pemeriksaan denyut nadi prosedurnya sebagai berikut : (1)
Posisi pasien terlentang, (2) Terapis mempalpasi letak arteria radialis pada
ujung distal lengan bawah pasien dengan menggunakan jari II-IV, (3) Terapis
menghitung jumlah denyut nadi selama ¼ menit (15 detik) untuk kemudian
dikalikan empat, (4) Masih pada posisi terlentang dan terapis tetap memegang
tangan pasien terapis menghitung jumlah pernapasannya dengan melihat gerakan
perut dan dadanya sehingga pasien tidak curiga apabila dihitung pernapasannya
dan pernapasan tersebut alami tanpa disadari pasien tersebut. Menghitung jumlah
pernapasan ini juga dalam waktu ¼ menit untuk kemudian dikalikan empat.
Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil: (a) Tekanan darah:
140/90 mm Hg, (b) Denyut nadi: 92 x/menit, (c) Pernapasan: 26 x/menit, (d)
37ºC.
2)
Inspeksi
Dari inspeksi ini didapatkan hasil: (a) inspeksi statis: wajah pasien
tidak pucat, KU terkesan baik, terpasang perban kasa yang menutupi luka bekas
operasi pada bahu kanan-kiri, tidak terlihat tanda-tanda radang secara nyata,
bahu kanan-kiri tampak simetris, terdapat
perban elastis yang menutupi tangan kiri serta terdapat luka lecet pada
lutut kanan kiri dan jari kaki, (b) dinamis: mampu beegerak fleksi, abduksi 90º
pada bahu kanan-kiri.
3)
Palpasi
Dari palpasi ini didapatkan hasil: (a) adanya nyeri tekan pada daerah
otot pektoralis serabut atas, (b) suhu AGA kanan-kiri sama tapi terdapat
perbedaan AGA dan AGB, (c) spasme pada otot-otot leher
(Sternokleidomastoideus).
4)
Gerak dasar aktif
(bahu kanan-kiri)
Mampu bergerak fleksi dan abduksi 90º tanpa keluhan nyeri
5)
Gerak dasar pasif (bahu kanan-kiri)
Bahu kanan-kiri mampu digerakkan ke arah fleksi atau abduksi 90º tanpa
ada keluhan nyeri, terasa ada tahanan spasme otot.
6)
Kognitif, intrapersonal dan interpersonal
Pada pasien ini memiliki: (a) kognitif baik, dengan atensi, memori baik,
mampu mengikuti intruksi dari terapis, (b) intrapersonal baik, pasien ini
mempunyai semangat untuk cepat sembuh kembali, (c) interpersonal baik, pasien
mampu diajak bekerja sama dan
berkomunikasi serta beradaptasi dengan lingkungan aktifitas di Rumah Sakit.
7)
Kemampuan fungsional dasar
Pasien tidak mampu miring kekanan dan kiri, tidak mampu bangun ke posisi
duduk sendiri, mampu bergeser di tempat tidur, belum mampu berdiri dan
berjalan.
8)
Aktivitas fungsional
Aktifitas perwatan diri masih dibantu karena kedua lengannya tidak boleh
bergerak lebih dari 90º, BAK dan BAB dilakukan ditempat tidur.
9)
Lingkungan aktifitas
Saat ini pasien dirawat di bangsal A kelas II RSOP Dr. Soeharso.
e.
Pemeriksaan spesifik
Untuk dapat lebih
menegakkan diagnosa fisioterapi maka dilakukan pemeriksaan spesifik. Adapun
jenis pemeriksaannya antara lain:
- Pemeriksaan derajat nyeri dengan Visual
Analogue Scale.
Parameter untuk pengukuran skala nyeri secara obyektif dengan menggunakan
skala Visual Analog Scale ( VAS ). Skala VAS merupakan sebuah garis
lurus mendatar sepanjag 10 cm tanpa penanda. Di ujung kiri (0cm) tertulis “
tanpa nyeri’, dan di ujung kanan (10 cm) tertulis “ nyeri tak tertahankan”.
Prosedur pelaksanaan , pasien diberi penjelasan tentang cara mengisi dan
memberi titik pada garis, penilaian VAS dihitung berdasarkan jarak dari 0
sampai tanda yang dibuat oleh pasien yang mencerminkan derajat nyeri yang
diperiksa.
Dari pemeriksaan diperoleh hasil :
Nyeri diam
(tiduran) : 0 mm
Nyeri tekan
(bagian otot pektoralis mayor serabut atas) : 20 mm
Nyeri gerak
(Fleksi/abduksi 90°) : 0 mm
b.
Diagnosa/Problematika Fisioterapi
Problematika yang muncul pada kondisi ini adalah : (1) nyeri pada daerah
irisan operasi dan spasme otot Pektoralis serabut atas, (2) keterbatasan LGS
bahu kanan-kiri dan leher. Dan mengalami keterbatasan fungsional berupa
gangguan aktifias yang melibatkan fungsi lengan, misalnya : saat tidur miring,
bangun, aktifitas perawatan diri (memakai baju, makan, dll), berpegang dengan
tumpuan lengan, mengangkat barang, dll. Timbulnya masalah potensial yang berupa
kontraktur jaringan lunak sekitar sendi bahu, komplikasi bed rest lama
(hipotensi ortostatik, dekubitus) jika pasien tiduran terlalu lama, penurunan
kekuatan otot bahkan dapat sampai atropi.
c.
Tujuan Fisioterapi
Setelah dilakukan pemeriksaan dapat ditarik kesimpulan mengenai
permasalahan yang dipandang dari segi fisioterapi maka tujuan dari terapi ini
adalah tujuan jangka pendek: (1) menjaga LGS bahu sesuai indikasi gerak
(<90°), (2) mencegah terjadinya problem potensial, (3) menjaga
kondisi/kemampuan yang ada jangan sampai turun. Sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah meningkatkan LGS sendi bahu dan kekuatan otot-otot sekitar
sendi bahu kanan-kiri.
d.
Pelaksanaan Fisioterapi
1) Breathing Exercise posisi tiduran
Posisi pasien :
tidur terlentang.
Posisi terapis :
disamping tubuh pasien.
Gerakan : Pasien
diminta menarik nafas dalam lewat hidung, kemudian hembuskan lewat mulut.
Ulangi gerakan ± 10 kali.
2) Relaxed Passive Exercise
Posisi pasien :
tidur terlentang.
Gerakan : untuk
menggerakkan bahu kanan ke arah fleksi 90°.
Pegangan terapis
: tangan kiri terapis memberikan fiksasi pada daerah tulang klavikula, tangan
kanan terapis memegang lengan atas sambil menyangga lengan yang akan bergerak.
Gerakan :
fiksasi klavikula, terapis menggerakkan bahu ke arah fleksi 90° secara santai,
pasien di minta melemas otot-ototnya, mengikuti gerakan yang dilakukan oleh
terapis sambil rilek dan memperhatikan intruksi gerakan dari terapis yang nanti
akan dilakukan sendiri saat latihan gerak aktif.
Gerakan
dilakukan dengan santai, luas gerak sesuai dengan indikasi gerak yang boleh
dilakukan yaitu kurang dari 90°. Gerakan diulangi ± 10 kali gerakan (sesuai
toleransi dan kondisi pasien).
Hal ini berlaku
juga untuk gerakkan bahu kiri dan gerakan abduksi
3) Latihan bangun ke posisi duduk long sitting atau
“ongkang-ongkang”.
Posisi pasien :
posisi awal tidur terlentang, posisi akhir duduk long sitting atau duduk
“ongkang-ongkang”.
Posisi terapis :
membangunkan dari sisi kanan pasien, terapis berada di sisi kanan. Pegangan,
lengan kiri terapis menyangga seluruh bahu pasien dari bagian bawah. Tangan
kiri terapis membantu mensupport bahu dari sisi depan tubuh.
Gerakan : dengan
aba-aba hitungan 1-3, pada saat hitungan ke 3 pasien diminta mengkontraksikan
otot perutnya semampunya, terapis mengangkat bahu pasien sampai pada posisi
duduk tegak. Ditanyakan apakah muncul keluhan seperti pusing, jantung
berdebar-debar. Pasien merasa sedikit pusing, kemudian oleh terapis diminta
menutup mata sambil atur nafas (Breathing Exercise seperti latihan 1). Setelah
berkurang/hilang pasien diminta melakukan latihan aktif (latihan 3). Setelah
itu pasien diminta menurunkan kedua tungkainya (duduk ongkang-ongkang). Pada
saat duduk sekalian dilakukan latihan keseimbangan duduk dengan cara pasien di
minta mengontrol tubuhnya agar tetap tegak.
4) Free Active Exercise + Isometrik melawan gravitasi
Posisi awal :
duduk long sitting atau “ongkang-ongkang”.
Pegangan dan
gerakan : terapis berada didepan tubuh pasien, tangan terapis memfiksasi tulang
klavikula, tangan satunya memberikan batasan gerak 90°. Pasien di minta
menggerakkan bahunya ke arah fleksi 90°.
Aba-aba :
Terapis memberikan aba-aba “angkat lengannya sampai menyentuh tangan saya,
tahan… saya hitung 1-10, baru turun perlahan. Gerakan diulangi ± 10 kali
gerakan. Hal ini berlaku juga untuk gerakan abduksi sampai 90°.
Tutup sesi latihan
dengan kontrol pernafasan (Breathing Exercise) secukupnya.
5) Edukasi
Edukasi yang diberikan yaitu sering menggerakkan bahunya sebatas < 90°
untuk gerak fleksi dan abduksi bahu kanan-kiri, sering bangun/duduk, jika saat
bangun pusing supaya menutup mata sambil melakukan kontrol nafas untuk
mengurangi keluhan pusing serta tidak berlebihan dalam melakukan latihan yaitu
tidak boleh melampaui batas 90° untuk gerak fleksi dan abduksi meskipun sudah
tidak merasakan nyeri gerak, kalau sudah tidak merasakan keluhan pusing atau
badan lemas (KU baik) diharapkan segera turun dari tempat tidur, latihan
keseimbangan berdiri dan latihan berjalan.
No comments:
Post a Comment