Friday, October 19, 2012

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN KONDISI POST ORIF PEMASANGAN KIRSCHNER WIRE AKIBAT FRAKTUR CLAVICULA 1/3 TENGAH BILATERAL


PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN KONDISI POST ORIF PEMASANGAN KIRSCHNER WIRE AKIBAT FRAKTUR CLAVICULA 1/3 TENGAH BILATERAL



a. Pemeriksaan
Sebelum dilakukan terapi latihan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisioterapi. Adapun pemeriksaan ini meliputi:
1. Anamnesis
Anamnesis atau tanya jawab ini dilakukan secara auto anamnesis atau bertanya langsung pada pasiennya. Dari anamnesis ini didapatkan data sebagai berikut :
a.       Anamnesis umum
Anamnesis ini untuk mengetahui tentang identitas pasien, dan didapat hasil bahwa: (1) nama: Sujarwo, (2) umur: 43 tahun, (3) jenis kelamin: laki-laki, agama: Islam, (5) pekerjaan: pensiunan karyawan, (6) alamat: Senggrong 2 / 5 Bringin Semarang.
b.      Anamnesis khusus
Hal-hal yang ditanyakan dalam anamnesis khusus ini antara lain:
1)      Keluhan utama
Nyeri pada bekas luka incisi ( daerah depan clavicula ).

2)      Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 5 Juli  pasien mengalami kecelakaan sepeda motor dengan posisi jatuh yang tidak diketahui, tetapi pasien dalam kondisi sadar. Kemudian langsung dibawa ke RSUD Salatiga dan dilakukan foto rongent. Setelah itu pasien dirujuk ke RSOP Prof. Dr. Soeharso Surakarta dan dilakukan operasi 4 jam setelah pasien datang dengan menggunakan kirshcner wire pada fraktur clavicula dextra dan sinistra.  Saat ini pasien masih mengeluh nyeri pada luka bekas incisi dan meningkat pada saat dan setelah diberikan medikasi dan bertambah pada malam hari. Keluhan nyeri ini mereda pada pagi dan siang hari.
3)      Riwayat penyakit dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat trauma jatuh.
4)      Riwayat penyakit penyerta
Riwayat diabetes mellitus, hipertensi dan jantung disanggah pasien.
5)      Riwayat pribadi
Pasien merupakan pensiunan karyawan pabrik yang sekarang bekerja mengolah sawah.
6)      Riwayat keluarga
Tidak ditemukan riwayat penyakit yang bersifat herediter. Dan penyakit ini tidak ada hubungannya dengan heredofamiliar.
c.       Anamnesis sistem
Tidak ada keluhan pada sistem kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinalis, urogenitalis, dan
nervorum. Pada sistem kepala dan leher pasien merasa kaku / kenceng pada leher dan sedikit pusing saat  perubahan posisi dari berbaring ke duduk. Pada sistem muskuloskeletal ditemukan adanya nyeri bahu saat digunakan untuk bergerak ( menekuk ).
d.      Pemeriksaan fisik
Hal-hal yang diperiksa melputi:
1)      Tanda-tanda vital.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital ini yang penting untuk diketahui adalah tekanan darah, denyut nadi dan jumlah pernapasan dalam satu menit.   Prosedur pelaksanaan pemeriksaan tekanan darah sebagai berikut : (1) Posisi pasien tidur terlentang di bed, (2) Terapis memasang manset pada lengan atas sebelah kanan, kira-kira 2 jari sebelah proksimal fossa cubiti, (3) Terapis mempalpasi arteria brachialis kemudian memasang stetoskop diatasnya, (4)  kemudian terapis memompa manset perlahan-lahan hingga jarum menunjuk angka 200 mmHg, lalu diturunkan dengan membuka klep udaranya perlahan-lahan sambil mendengarkan bunyi detak arteri pada fase pertama hingga terakhir, (5) Catat angka yang ditunjuk jarum saat terdengar detak pertama sebagai bunyi sistol dan detak terakhir sebagai bunyi diastol.
Sedangkan untuk pemeriksaan denyut nadi prosedurnya sebagai berikut : (1) Posisi pasien terlentang, (2) Terapis mempalpasi letak arteria radialis pada ujung distal lengan bawah pasien dengan menggunakan jari II-IV, (3) Terapis menghitung jumlah denyut nadi selama ¼ menit (15 detik) untuk kemudian dikalikan empat, (4) Masih pada posisi terlentang dan terapis tetap memegang tangan pasien terapis menghitung jumlah pernapasannya dengan melihat gerakan perut dan dadanya sehingga pasien tidak curiga apabila dihitung pernapasannya dan pernapasan tersebut alami tanpa disadari pasien tersebut. Menghitung jumlah pernapasan ini juga dalam waktu ¼ menit untuk kemudian dikalikan empat.  
Dari hasil pemeriksaan tersebut didapatkan hasil: (a) Tekanan darah: 140/90 mm Hg, (b) Denyut nadi: 92 x/menit, (c) Pernapasan: 26 x/menit, (d) 37ºC.
2)      Inspeksi
Dari inspeksi ini didapatkan hasil: (a) inspeksi statis: wajah pasien tidak pucat, KU terkesan baik, terpasang perban kasa yang menutupi luka bekas operasi pada bahu kanan-kiri, tidak terlihat tanda-tanda radang secara nyata, bahu kanan-kiri tampak simetris, terdapat  perban elastis yang menutupi tangan kiri serta terdapat luka lecet pada lutut kanan kiri dan jari kaki, (b) dinamis: mampu beegerak fleksi, abduksi 90º pada bahu kanan-kiri.
3)      Palpasi
Dari palpasi ini didapatkan hasil: (a) adanya nyeri tekan pada daerah otot pektoralis serabut atas, (b) suhu AGA kanan-kiri sama tapi terdapat perbedaan AGA dan AGB, (c) spasme pada otot-otot leher (Sternokleidomastoideus).
4)      Gerak dasar aktif  (bahu kanan-kiri)
Mampu bergerak fleksi dan abduksi 90º tanpa keluhan nyeri
5)      Gerak dasar pasif (bahu kanan-kiri)
Bahu kanan-kiri mampu digerakkan ke arah fleksi atau abduksi 90º tanpa ada keluhan nyeri, terasa ada tahanan spasme otot.

6)      Kognitif, intrapersonal dan interpersonal
Pada pasien ini memiliki: (a) kognitif baik, dengan atensi, memori baik, mampu mengikuti intruksi dari terapis, (b) intrapersonal baik, pasien ini mempunyai semangat untuk cepat sembuh kembali, (c) interpersonal baik, pasien mampu diajak bekerja  sama dan berkomunikasi serta beradaptasi dengan lingkungan aktifitas di Rumah Sakit.
7)      Kemampuan fungsional dasar
Pasien tidak mampu miring kekanan dan kiri, tidak mampu bangun ke posisi duduk sendiri, mampu bergeser di tempat tidur, belum mampu berdiri dan berjalan.
8)      Aktivitas fungsional
Aktifitas perwatan diri masih dibantu karena kedua lengannya tidak boleh bergerak lebih dari 90º, BAK dan BAB dilakukan ditempat tidur.
9)      Lingkungan aktifitas
Saat ini pasien dirawat di bangsal A kelas II RSOP Dr. Soeharso.
e.       Pemeriksaan spesifik
Untuk dapat lebih menegakkan diagnosa fisioterapi maka dilakukan pemeriksaan spesifik. Adapun jenis pemeriksaannya antara lain:
- Pemeriksaan derajat nyeri dengan Visual Analogue Scale.
Parameter untuk pengukuran skala nyeri secara obyektif dengan menggunakan skala Visual Analog Scale ( VAS ). Skala VAS merupakan sebuah garis lurus mendatar sepanjag 10 cm tanpa penanda. Di ujung kiri (0cm) tertulis “ tanpa nyeri’, dan di ujung kanan (10 cm) tertulis “ nyeri tak tertahankan”. Prosedur pelaksanaan , pasien diberi penjelasan tentang cara mengisi dan memberi titik pada garis, penilaian VAS dihitung berdasarkan jarak dari 0 sampai tanda yang dibuat oleh pasien yang mencerminkan derajat nyeri yang diperiksa.


Dari pemeriksaan diperoleh hasil :
Nyeri diam (tiduran)   : 0 mm
Nyeri tekan (bagian otot pektoralis mayor serabut atas) : 20 mm
Nyeri gerak (Fleksi/abduksi 90°) : 0 mm

b. Diagnosa/Problematika Fisioterapi
Problematika yang muncul pada kondisi ini adalah : (1) nyeri pada daerah irisan operasi dan spasme otot Pektoralis serabut atas, (2) keterbatasan LGS bahu kanan-kiri dan leher. Dan mengalami keterbatasan fungsional berupa gangguan aktifias yang melibatkan fungsi lengan, misalnya : saat tidur miring, bangun, aktifitas perawatan diri (memakai baju, makan, dll), berpegang dengan tumpuan lengan, mengangkat barang, dll. Timbulnya masalah potensial yang berupa kontraktur jaringan lunak sekitar sendi bahu, komplikasi bed rest lama (hipotensi ortostatik, dekubitus) jika pasien tiduran terlalu lama, penurunan kekuatan otot bahkan dapat sampai atropi.


c. Tujuan Fisioterapi
Setelah dilakukan pemeriksaan dapat ditarik kesimpulan mengenai permasalahan yang dipandang dari segi fisioterapi maka tujuan dari terapi ini adalah tujuan jangka pendek: (1) menjaga LGS bahu sesuai indikasi gerak (<90°), (2) mencegah terjadinya problem potensial, (3) menjaga kondisi/kemampuan yang ada jangan sampai turun. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan LGS sendi bahu dan kekuatan otot-otot sekitar sendi bahu kanan-kiri.

d. Pelaksanaan Fisioterapi
1) Breathing Exercise posisi tiduran
Posisi pasien : tidur terlentang.
Posisi terapis : disamping tubuh pasien.
Gerakan : Pasien diminta menarik nafas dalam lewat hidung, kemudian hembuskan lewat mulut. Ulangi gerakan ± 10 kali.
2) Relaxed Passive Exercise
Posisi pasien : tidur terlentang.
Gerakan : untuk menggerakkan bahu kanan ke arah fleksi 90°.
Pegangan terapis : tangan kiri terapis memberikan fiksasi pada daerah tulang klavikula, tangan kanan terapis memegang lengan atas sambil menyangga lengan yang akan bergerak.
Gerakan : fiksasi klavikula, terapis menggerakkan bahu ke arah fleksi 90° secara santai, pasien di minta melemas otot-ototnya, mengikuti gerakan yang dilakukan oleh terapis sambil rilek dan memperhatikan intruksi gerakan dari terapis yang nanti akan dilakukan sendiri saat latihan gerak aktif.
Gerakan dilakukan dengan santai, luas gerak sesuai dengan indikasi gerak yang boleh dilakukan yaitu kurang dari 90°. Gerakan diulangi ± 10 kali gerakan (sesuai toleransi dan kondisi pasien).
Hal ini berlaku juga untuk gerakkan bahu kiri dan gerakan abduksi
3) Latihan bangun ke posisi duduk long sitting atau “ongkang-ongkang”.
Posisi pasien : posisi awal tidur terlentang, posisi akhir duduk long sitting atau duduk “ongkang-ongkang”.
Posisi terapis : membangunkan dari sisi kanan pasien, terapis berada di sisi kanan. Pegangan, lengan kiri terapis menyangga seluruh bahu pasien dari bagian bawah. Tangan kiri terapis membantu mensupport bahu dari sisi depan tubuh.
Gerakan : dengan aba-aba hitungan 1-3, pada saat hitungan ke 3 pasien diminta mengkontraksikan otot perutnya semampunya, terapis mengangkat bahu pasien sampai pada posisi duduk tegak. Ditanyakan apakah muncul keluhan seperti pusing, jantung berdebar-debar. Pasien merasa sedikit pusing, kemudian oleh terapis diminta menutup mata sambil atur nafas (Breathing Exercise seperti latihan 1). Setelah berkurang/hilang pasien diminta melakukan latihan aktif (latihan 3). Setelah itu pasien diminta menurunkan kedua tungkainya (duduk ongkang-ongkang). Pada saat duduk sekalian dilakukan latihan keseimbangan duduk dengan cara pasien di minta mengontrol tubuhnya agar tetap tegak.

4) Free Active Exercise + Isometrik melawan gravitasi
Posisi awal : duduk long sitting atau “ongkang-ongkang”.
Pegangan dan gerakan : terapis berada didepan tubuh pasien, tangan terapis memfiksasi tulang klavikula, tangan satunya memberikan batasan gerak 90°. Pasien di minta menggerakkan bahunya ke arah fleksi 90°.
Aba-aba : Terapis memberikan aba-aba “angkat lengannya sampai menyentuh tangan saya, tahan… saya hitung 1-10, baru turun perlahan. Gerakan diulangi ± 10 kali gerakan. Hal ini berlaku juga untuk gerakan abduksi sampai 90°.
Tutup sesi latihan dengan kontrol pernafasan (Breathing Exercise) secukupnya.
            5) Edukasi
Edukasi yang diberikan yaitu sering menggerakkan bahunya sebatas < 90° untuk gerak fleksi dan abduksi bahu kanan-kiri, sering bangun/duduk, jika saat bangun pusing supaya menutup mata sambil melakukan kontrol nafas untuk mengurangi keluhan pusing serta tidak berlebihan dalam melakukan latihan yaitu tidak boleh melampaui batas 90° untuk gerak fleksi dan abduksi meskipun sudah tidak merasakan nyeri gerak, kalau sudah tidak merasakan keluhan pusing atau badan lemas (KU baik) diharapkan segera turun dari tempat tidur, latihan keseimbangan berdiri dan latihan berjalan.

No comments:

Post a Comment